Daun yang jatuh tidak membenci angin ..
Suara adikku tercekik
Aku menghela napas. Kalimat itu . melirik ke arah adikku.
Wajah dede berubah dari muka anak kuliahan sebatangagung
menjadi begitu teduh. Menjadi begitu menyenangkan.
Seketika hatiku ikut tersentuh.
“dede dulu tak mengerti
apa maksudnya , kalimat itu bahkan terdengar menyebalkan. Dede bahkan
menghibaskan tangan orang yang mengatakannya. Ibu ,, dede hanya berfikir ibu
pergi karna tak sayang lagi sama dede. Yang bandel. Selalu malas disuruh, hanya
main melulu. Dede tahu ibu dulu selalu sayang kak tania . jadi tak mungkin ibu
pergi karna tania.
Aku menelan ludah. Dia dan kak
ratna juga diam. tanggan mereka saling
mengegam.
“Dede ternyata kliru .. ibu pergi karna tak sayang lagi pada dede. Ibu pergi karna mengajarkan
sesuatu ...”
Suara dede mulai serak.
“bahwa hidup harus menerima ,, penerimah yang indah . bahwa
hidup harus mengerti... pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami ..
pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian dan pemahaman
itu datang ,, tak masalah meski lewat kejadianyang sedih dan menyakitkan.
“kami
kecil saat ibu pergi . gementar menatap gelapnya masa depan. Takut bercermin
pada masa lalu yang getir.
“ibu
benar .. tak ada yang disesali. Tak ada yang perlu ditakuti. Biarkan dia jatuh
sebagaimana mestinya. Biar angin yang merengkuhnya, membawah pergi entah ke
mana. Dan kami akan mengeti , kami akan memahami ,,, dan kami akan menerimahnya ..”
Dede
diam lama ..
lantas
menoleh ke dia. Memberikan tempat baginya untuk menyampaikan sesuatu. Dede Dia mengeleng . adikuku menatap aku ,
aku juga mengeleng (kata-kata sudah lebih dari cukup). Menatap kak ratna. Kak
ratna juga tersenyum menggeleng.
Kami
bersama-sama meletakan mawar merah di pusaran ibu. Angin berhembus lembut
memainkan anak rambutku. Daun pohon kamboja berguguran. Satu helai terjatuh di
pundakku. Matahari pagi menajak tinggi.
Langit cerah tak berawan. Biru! Warna kesukaan ku.
Kami
beranjak pulang ...
Hal 196-197di Daun yang jatuh tidak membenci angin ..